Simplicity – Patience – Compassion

Bagaikan Perahu

Pembacaan sutra, pengucapan mantra, melakukan puja-bhakti, menjalankan puasa, bertapa, menyepi, melatih meditasi di gunakan sebagai alat untuk membantu para mahluk agar dapat memahami awal Kesadaran Sejati sehingga dapat mencapai Kesempurnaan Sejati atau Pencapaian Agung.

Sutra, Mantra, Puja, puasa, bertapa, menyepi, dan Meditasi dari Bunda Mulia bagaikan perahu yang dapat menyeberangkan kita ke Danau Biru untuk mencapai Surga Barat Bunda Mulia. Setelah kita mencapai Sorga Barat Bunda Mulia, kita tidak lagi terikat dengan perahu tersebut.

Tetapi pahamilah bahwa dimasa masih dalam perjalanan di atas perahu, kita tentunya akan merawat perahu ini sebaik mungkin agar tidak bocor ataupun rusak di hantam gelombang ombak lautan. Kita selalu merawat dan menjaga potongan kayu yang telah dibentuk sedemikan rupa sehingga menjadi perahu yang bermanfaat.

Demikian pula dengan rupang Budha, Bunda Mulia dan Bodhisatva; kita menggunakan rupang sebagai alat yang membantu kesadaran kita agar dapat lebih mudah mengingat dan memahami sifat, cinta-kasih, dan ajaran para Budha, Bunda Mulia dan Bodhisatva.

Rupang dibuat oleh manusia dan memakai bahan alam yang umum seperti: kayu, besi, emas, kuningan, dsb. Kita tidak terikat dengan pembuatnya maupun bahannya, tetapi manfaat yang kita dapati adalah dari kegunaannya sebagai alat bantu dan penunjang dalam berlatih dharma untuk membina Kesadaran Sejati dan Roh Sejati.

Seperti halnya kita selalu merawat perahu kita dalam perjalanan, demikian juga kita selalu merawat dan memberikan perhatian pada bentuk rupangnya. Bilamana kita dapat merawat dan memberikan perhatian pada rupang, maka tentu latihan dharma kitapun dapat terkonsentrasi dan lebih bermanfaat.

Bila kita tidak menjaga dan merawat perahu ini dengan sebaik mungkin, perahu kita dapat mengalami kebocoran. Tentunya hal ini dapat menghambat tujuan kita. Demikian juga bilamana kita tidak menjaga dan merawat rupang, sehingga rupang Bunda Mulia tangannya hilang satu. Disaat kita melakukan pembinaan dharma dan melihat rupang Bunda Mulia yang tangannya hilang satu, secara tidak langsung akan menjadi ganjalan dalam pikiran setiap saat. Akhirnya hal ini menjadi penghambatan dalam latihan dharma kita.

Hambatan ini timbul bukan karena Bunda Mulia yang marah karena tangannya hilang satu, tetapi berasal dari gambaran pikiran kita yang selalu merasa ganjil di saat melihat rupang Bunda Mulia yang bertangan satu.

Seperti halnya dengan perahu yang bocor, bahaya yang datang bukan karena perahunya yang marah lalu menenggelamkan diri, tetapi karena adanya unsur-unsur luar lainnya seperti air yang masuk ke perahu dapat mempengaruhi keadaan perahu kita. Unsur air yang memiliki kondisi alamiah untuk selalu memenuhi tempat yang lebih rendah akhirnya dapat menenggelamkan perahu kita.