Simplicity – Patience – Compassion

Berguru Pada Yang Salah

Seorang umat bertanya, “Saya menyadari bahwa bila seorang murid bersalah, maka Gurunya ikut menanggung. Demikian pula dengan Guru yang salah, maka muridnya akan turut menanggung. Dan bila kita mengetahui Guru kita di jalan yang salah, bukankah sangat mengkhawatirkan dan menakutkan. Bagaimana mengatasinya ?”.

“Memang dalam beberapa sekte aliran tertentu, dikenal keyakinan yang demikian. Tetapi mengapa harus dikhawatirkan dan ditakutkan ? Bukankah pembinaan ini sangat baik pula untuk menjaga samaya ?” tanya saya balik.

“Dengan karma buruk saya saja, saya sudah sangat khawatir dan takut. Apalagi ditambah dengan karma buruk Guru saya. Saya tidak sanggup membayangkannya.”

“Oh…saya mengerti.” ungkap saya.

“Saya benar-benar memohon petunjuk.”, katanya dengan nada memelas.

“Apa yang harus ditakutkan, bukankah sejak awal anda mengetahui keadaan Guru anda. Dan anda harus menerima alamiah keadaan demikian. Inilah ikatan jodoh dan karma.”

“Tetapi pada awalnya Guru saya sangat baik, dan saya tidak mengetahui akan berubah.”

“Bila anda terlahir dengan ayah seorang pembunuh, apakah anda dapat menolak ?”

“Tentu saja tidak.” jawabnya cepat.

“Lalu apakah anda langsung menganggap, beliau bukan sebagai ayah anda ?” tanya saya kembali.

“Tidak mungkin.”

“Sebagai seorang anak, apakah pantas memutuskan hubungan dengan orang tua?”

“Tentu tidak.”

“Walau orang tua kita bekas pembunuh, tetapi orang tua tidak bersalah kepada anda. Dan kita tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Yang pasti, anda masih berhutang budi kepada orang tua yang telah melahirkan anda.”

“Benar sekali.”, jawabnya dengan perlahan.

“Baik, inilah yang dinamakan jodoh. Bila anda telah mengetahui bahwa ayah anda adalah seorang pembunuh. Sebagai seorang anak berbakti, anda harus berusaha untuk tidak menjadi pembunuh. Jika tidak, anda akan menyulitkan diri anda sendiri, dan orang tua. Bukankah sebaiknya, anda semakin berusaha berbuat kebaikan sebanyak mungkin. Sehingga karma baik anda, dapat mengimbang karma buruk dari karma buruk yang dilakukan ayah anda. Kita harus lebih banyak mendoakan agar orang tua kita berada di jalan yang benar.”

“Benar sekali.” jawabnya dengan terseyum.

“Lalu, apakah anda mengetahui bahwa adapula istilah: Sekali menjadi Guru Spiritual, selamanya menjadi Guru Spiritual ? Inilah yang dikatakan bahwa ikatan Guru Spiritual, lebih kuat dibanding ikatan dengan orang tua kandung. Dimana orang tua melahirkan tubuh kita, tetapi Guru Spiritual melahirkan dan membimbing jiwa kita.”

“Saya pernah mendengarnya.”

“Walaupun kadang kita harus berpisah dengan seorang Guru Spiritual, dan bertemu dengan seorang Guru Spiritual yang baru. Kita harus dapat menghargai dan menghormati Guru Spiritual kita yang sebelumnya. Jangan setelah berpisah dan mendapat Guru Spiritual yang baru, lalu kita dapat sembarangan berkata tentang keburukan Guru Spiritual kita yang sebelumnya. Tanpa bantuan dan bimbingan Guru Spiritual yang sebelumnya, apakah mungkin kita dapat berjodoh dengan Guru kita yang baru ?”

“Benar.”, jawabanya sambil tersenyum kembali.

“Inilah yang dimaksud, sekali menjadi Guru Spiritual, selamanya menjadi Guru Spiritual. Dan kita selamanya harus menghargai dan menghormati beliau. Kita tidak pantas untuk mengungkapkan keburukan beliau, apalagi berkata buruk tentang orang tua kita ?”

“Benar, jadi sebaiknya kita harus bertemu lagi dengan Guru Spiritual yang lampau.”

“Masalahnya sebenarnya bukan tidak ingin bertemu atau tidaknya. Tetapi jika kita bertemu dengan guru kita terdahulu. Apakah kita merasa senang atau takut? Berhati-hatilah, jika merasa takut. Pahamilah apa yang kita takutkan ? Waspada dengan rasa takut yang timbul, karena rasa takut yang timbul biasanya berasal dari perbuatan yang salah. Inilah yang membuat kita takut untuk bertemu kembali dengan beliau.Dan inilah pentingnya untuk menjaga sakralitas samaya, antara murid terhadap guru, juga sebaliknya.” Jelas saya, sambil mengakhiri percakapan dengan umat ini.