Simplicity – Patience – Compassion

Biksuni Yang Ingin Melihat Bodhisatva

Percakapan ini terjadi dipertengahan tahun 1999, tepatnya di kota Tai-Chung, Taiwan. Dimana saya beserta mertua dan istri saya diundang secara khusus oleh seorang biksuni senior dari salah satu sekte besar agama Budha yang terkenal. Rupanya biksuni ini telah mengetahui kedatangan saya yang rutin di Taiwan, dan baru pada kesempatan ini beliau dapat mengundang saya di kota Tai-Chung. 

Rupanya beliau telah lama ingin berjumpa dengan saya secara langsung. Sebelumnya beliau telah mendengar tentang adanya seorang anak muda yang menjadi murid Wanita Berjubah Biru yang berasal dari Indonesia. 

Saya merasa sedikit malu pada awalnya, karena dalam perbedaan umur yang cukup jauh dan pembinaan spiritual beliau tentu jauh lebih lama dari saya. Selain itu, beliau juga mempunyai pengalaman dan  nama yang cukup dikenal. Sungguh suatu kehormatan bagi saya untuk dapat diundang oleh beliau. 

Disaat pertama kali melihat saya, beliau langsung memberikan hormat kepada saya. Saya langsung mengatakan bahwa saya tidak pantas untuk menerima kehormatan yang sedemikian besarnya. Tetapi beliau mengatakan bahwa saya jangan merendah diri kepadanya. Walaupun saya masih muda, saya memang pantas menerimanya karena beliau mengetahui benar pencapaian spiritual saya yang sesungguhnya.

Kami kemudian duduk berbincang-bincang, walaupun harus diterjemahkan ternyata percakapan kami tetap menarik. Selanjutnya beliau juga menanyakan beberapa ajaran Dharma Bunda Mulia, dan saya menjelaskannya dengan singkat. Beliau banyak memuji saya, dan ini juga membuat saya sedikit merah karena pujiannya terlalu berlebihan.

Saya akan mengangkat kembali salah satu pertanyaan yang dapat saya ungkapkan untuk umum dari beliau, dan kiranya pertanyaan ini sangat menarik karena memang banyak pembina spiritual yang ingin mengetahuinya tentang hal ini. 

“Saya telah berpuluh tahun menjalani kehidupan sebagai biksuni, tetapi hingga sekarang masih belum dapat melihat satu Bodhisatva dalam pembinaan meditasi saya ?” tanya beliau.

“Mengapa anda berniat ingin melihat Bodhisatva?” saya balik bertanya.

“Saya ingin mengetahui bahwa kehidupan spiritual dan pembinaan meditasi saya selama ini tidak sia-sia.”

“Jika keinginan melihat Bodhisatva hanya untuk membukti bahwa pembinaan meditasi yang kita jalan tidak sia-sia, kita pasti akan sangat kecewa. Mohon maaf sebelumnya, Bolehkah saya mengetahui apa tujuan awal anda menjadi biksuni ?”

“Saya menjadi biksuni memang karena merasa dorongan dari hati nurani saya, saya merasakan telah menjadi panggilan hidup saya.”

“Baik, baik sekali. Anda mempunyai tujuan yang sangat positif. Apakah perbedaan yang anda rasakan pada saat awal menjadi biksuni dan saat sekarang ini?”

“Pada awal menjadi biksuni, saya hanya bertujuan untuk diri sendiri. Tetapi apa yang saya lakukan dan perbuat sekarang, saya selalu berpikir untuk mendahulukan kepentingan yang lainnya.” 

“Sungguh suatu kemajuan yang mulia, sangat sedikit yang mahluk yang dapat mencapai tahap demikian. Saya juga mendengar tentang anda dari teman-teman bahwa anda adalah salah satu biksuni yang sangat ringan-tangan dalam membantu mahluk lainnya.”

“Terima kasih, ini telah menjadi tugas saya sebagai biksuni untuk membantu mahluk lainnya. Saya tetap masih harus banyak belajar.”

“Luar biasa… sungguh tulus dan mulia hati anda. Boleh saya bertanya lebih lanjut?” mohon saya.

“Dengan senang hati.” Jawabnya dengan tersenyum.

“Apakah anda dapat melihat jelas mata anda sendiri tanpa bantuan alat apapun ?”

“Semua orang tentu tidak mungkin dapat melihat matanya sendiri.”

“Apakah anda dapat mendengar telinga anda tanpa alat?”

“Juga tidak mungkin.”

“Demikian pula dengan Bodhisatva dan Budha. Jika anda ingin melihat Bodhisatva atau Budha adalah tidak mungkin, karena Bodhisatva dan Budha ada di dalam diri. Anda hanya perlu menyadarinya, maka melihat atau tidak bukan menjadi masalah lagi karena Bodhisatva dan Budha telah menjadi bagian dari anda yang sebenarnya.”

“Saya mohon penjelasan lebih lanjut.” 

“Walaupun mata tidak dapat melihat mata sendiri, tetapi kita mengetahui bahwa mata dapat dipergunakan untuk melihat hal lainnya. Dan kita menyadari bahwa telinga ini juga tidak dapat mendengar telinga sendiri, tetapi telinga dapat dipergunakan untuk mendengar suara lainnya. Dengan melihat dan mendengar hal lainnya, kita menyadari bahwa kita memiliki mata dan telinga yang sempurna. Demikian pula jika perbuatan, ucapan, dan kesadaran sejati kita selalu seperti Bodhisatva dan Budha, maka Bodhisatva dan Budha telah menjadi bagian diri kita tanpa beda.”

“Terima kasih, Terima kasih banyak, saya telah menyadari sekarang.”

“Teruskanlah perbuatan mulia anda selamanya untuk menolong sesama mahluk, karena dengan demikian anda akan melihat Bodhisatva dan Budha setiap hari.”

“Apakah maksudnya setiap hari?”

“Walaupun kepala telah mulus, apakah anda masih melihat pantulan banyangan anda di cermin ?”

“Ha…..ha……Terima kasih, saya benar-benar memahami sekarang. Sungguh benar-benar pencapaian spiritual yang tidak terbatas, Memang pantas bila Wanita Berjubah Biru benar-benar bangga akan pencapaian anda.” jawabnya dengan tertawa dan terus tersenyum kegembiraan.

Saya tidak berani menjawabnya lebih lanjut, karena beliau selalu memuji saya berkali-kali tanpa henti. Saya benar-benang sangat bingung, karena sesungguhnya saya hanya menjawab apa adanya. Saya hanya menjelaskan kenyataan yang sebenarnya, tidak ada jawaban saya yang tidak masuk akal maupun tahayul. 

Ajaran Dharma Mulia adalah hal yang tidak sulit, karena ajaran Dharma Mulia hanya menjelaskan kebenaran yang sesungguhnya. Ajaran Dharma Mulia bukan hanya kumpulan teori yang harus dipelajari dan dihafal, tetapi ajaran Dharma Mulia harus dihayati dan dibina karena merupakan kebenaran yang memang sudah layak dan sepantasnya dilakukan oleh para mahluk spiritual.