Simplicity – Patience – Compassion

Jambhala

Pada suatu waktu beberapa ratus tahun yang lampau, Dewi Kwan-Im menyuruh 4 dari 5 anaknya, yaitu: Ganesha, Jambhala Kuning, Jambhala Putih, dan Jambhala Hitam untuk turun ke dunia  membantu para manusia. Dan hanya Jambhala Biru, sebagai anak yang paling bungsu, harus menemani Sang Dewi di Khayangan.

Para Jambhala yang merupakan jelmaan dari Anak-anak Dewi Kwan-Im,  merupakan Bodhisatva tingkat delapan, yang mempunyai berkah rejeki yang berlimpah tanpa habis. Mendengar perintah dari Sang Dewi Kwan-Im, maka ke-empat Jambhala lalu memutuskan untuk memilih wilayah yang akan di bantunya.

Pertama dikunjunginya negara Antartika di kutub utara, dia mencoba untuk membantu suku eskimo. Setelah tinggal beberapa hari, Ganesha yang paling tertua di antara mereka, menyatakan bahwa belalainya tidak dapat diluruskan kedepan karena telah membeku.

Merasa kasihan terhadap Ganesha, Lalu para Jambhala memutuskan untuk berpindah dari Antartika, mencari tempat lainnya. Kali ini diputuskannya untuk pindah ke Afrika, maka dan mereka membangun tempat tinggal di Afrika.

Setelah beberapa minggu tinggal di Afrika, Jambhala hitam menanyakan kepada ke tiga saudaranya: “Saudara-saudaraku, mengapa rasanya kalian sengaja menahan diriku sendiri dirumah ? Saya telah bosan dirumah, karena selalu disuruh menunggu dirumah terus sendirian, sementara kalian pulang hingga larut malam.”

“Mohon maaf. Kami memang sebenarnya tidak ingin membawamu keluar karena kami sangat khawatir tidak dapat menemukan dirimu bila tersesat di luar. Mereka semua memiliki warna kulit yang mirip dengan dirimu.” kata Jambhala Putih.

“Kalau begitu lebih baik kita berpindah tempat lagi.” usul Jambhala Hitam.

Mereka semua setuju karena merasa kasihan juga akan Jambhala Hitam yang tidak dapat keluar rumah terlebih-lebih di malam hari. Maka diputuskannya untuk berpindah ke negeri paman Sam, Amerika.

“Negeri ini sangat indah dan luas, dan kulit mereka tidak sama dengan kulitku. Mari kita tinggal disini.” kata Jambhala Hitam dengan wajah berbinar-binar.

Mereka semua setuju, dan memutuskan untuk tinggal di Amerika. Setelah beberapa bulan, Jambhala Kuning mengusulkan untuk pindah kembali.

“Mengapa engkau ingin berpindah dari negeri yang indah begini? Orang-orang disini selalu menghargai hak asasi dan hukum ditegakkan dengan benar, bukankah dengan demikian mereka juga telah membina ajaran Dharma dalam kehidupan sehari-harinya ?.” tanya Jambhala Putih.

“Maaf saudaraku, hal ini bukan karena masalah Dharma tetapi masalahnya karena tikus (mongoose) kesayanganku tidak mau makan lagi. Dia telah mabuk keju karena setiap hari makanannya pasti ada kejunya. Hamburger ada kejunya, makan hotdog ada keju, makan pizza ada keju, makan sandwich ada keju, maka kentang bakar ada kejunya, sepagetti ada keju, lasagna ada keju. Sekarang dirinya takut untuk keluar, karena hidungnya menjadi sensitif setiap mencium bau keju.” Jelas Jambhala Kuning.

Merasa kasihan akan nasib binatang kesayangan Jambhala Kuning, semua memutuskan untuk berpindah tempat lagi. Diputuskannya Australia sebagai tempat barunya, dimana orang Australia masih mirip dengan orang Amerika, tetapi  makanan Australia tampak tidak selalu memakai keju, dan lebih bervariasi macam dan rasanya.

“Negeri ini sangatlah unik, dari makanan  yang rebus hingga yang di panggang, dari makanan eropa hingga makanan asia semuanya ada. Dan lagi, binatang-binatangnya juga sangat unik dan lucu.” kata Jambhala Kuning.

Setelah beberapa bulan tinggal di Australia, Jambhala Putih mengajukan usul untuk pindah dari negeri Australia. Para jambhala lainnya terkejut dan menanyakan “ Mengapa engkau berniat pindah dari negeri yang indah ini ?”

“Saudaraku, sebenarnya sayapun menyukai negeri ini. Tetapi saya merasa kasihan terhadap kodok kesayanganku. Kodokku sangat stress sekali, sehingga menolak untuk keluar bermain lagi. Anak-anak disini tidak ingin bermain dengan kodokku. Anak-anak Australia tidak pernah mengenal istilah lompat kodok, mereka hanya mengetahui lompat kangguru. Sungguh kasihan kodokku yang malang, engkau tidak mempunyai teman disini.” Jelas Jambhala Putih.

Merasa kasihan akan nasib saudaranya, mereka memutuskan untuk pergi sekalian saja ke Asia.

“Asia mempunyai banyak sekali kebudayaan yang beraneka ragam, bagaimana kalau kita membangun tempat sendiri-sendiri.” Usul Jambhala Hitam.

“Saya sangat setuju, walaupun jauh dimata tetapi dekat dihati. Selama kita berada di asia, kita semua saling bertetangga.” Kata Jambhala Kuning.

Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari tempat sendiri-sendiri sesuai dengan keinginannya, dan saling berjanji untuk bertemu kembali 5 tahun kemudian.

Lima tahun kemudian, mereka semua berkumpul kembali menepati janjinya.

“Ganesh, bagaimana keadaanmu di India ?” tanya Jambhala Kuning.

“Saya suka dengan India, karena mereka semua selalu menyanyikan lagu untukku.” Kata Ganesha yang menyukai musik.

“Bagaimana denganmu Jambhala Kuning, bukankah engkau di negeri China ?” tanya Jambhala Hitam.

“Saya sangat menyukai rumahku, rumahku dibersihkannya dua kali sehari. Mereka bahkan mengepel lantai rumahku dengan tubuhnya sendiri.” Kata Jambhala Kuning dengan bangga (maksudnya para umat melakukan total anjali dihadapannnya).

“Kalau saya menyukai negeri Tibet, karena mereka semua memakai pakaian merah. Hanya diriku, satu-satunya yang berwarna hitam. Jadi mereka mudah sekali mengenali saya walau jauh sekalipun. Saya juga menyukai keindahan gunung Himalaya, sehingga setiap minggu saya selalu berkemah di gunung Himalaya yang penuh salju. Tetapi diriku yang hitam kelam, tetap saja dapat dilihat dari kaki Gunung. Lucunya, walau saya berada di puncak gunung himalaya, atau saya telah berada di kota, mereka selalu saja memanggilku dengan meniupkan terompet yang sangat panjang dan besar. Mungkin mereka berpikir saya ini tuli kali, kok manggilnya pake terompet panjang segala.” ungkap Jambhala Hitam dengan tersenyum.

“Kalau saya menyukai negeri Hong Kong, karena saya suka sekali jalan-jalan di shopping mall.  Walau saya engga pernah belanja sekalipun, saya selalu dianggap sebagai pelanggan kehormatan disetiap toko-toko. Bahkan sekarang ini, mereka telah menyediakan tempat khusus untuk saya di setiap tokonya.” kata Jambhala Putih dengan bangga.

Demikian kisah fiktif yang saya kemukakan, kiranya cerita ini bukan bermaksud untuk merendahkan golongan tertentu. Cerita ini hanya untuk menunjukkan bahwa keunikan suatu tempat juga mempengaruhi kehidupan masyarakat tempat tersebut. Inilah membuktikan bahwa Kondisi Tempat dan Lokasi dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Mereka yang dapat memanfaatkan pengetahuan tentang Fung-Shui tentunya dapat menikmati kelebihan tempat tersebut.

Kiranya kita semua dapat mensyukuri keadaan lingkungan kita dan menjaganya agar selalu serasi dengan energi Alam Semesta.