Simplicity – Patience – Compassion

Jangan Menduakan Yang Maha Tunggal

Kesadaran Sejati adalah tunggal, tetapi pikiran tidak tunggal. Dengan memahami alamiah ketunggalan akan akan kesadaran sejati, para mahluk dapat bersatu pada Zat Maha Tunggal.

Yang Maha Tunggal tidak dapat dinamakan, karena nama apapun tidak dapat mewakili, melambangkan maupun menggambarkannya. Saya menyebut dengan Yang Maha Esa (para mahluk lain dari berbagai agama menyebut dan melambangkan kebesaran Yang Maha Tunggal dengan bermacam-macam nama: Yang Maha Pencipta, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mulia, Sang Pencipta, Tuhan, Allah, Thien, Tao, Hyang Widhi, dsb.). Walaupun menurut saya pribadi, penyebutan dengan nama apapun, tetap tidak pantas untuk menyatakan Ke-Agung-an dari Yang Maha Tunggal. Pikiran manusia sangat terbatas, sehingga tidak ada nama dan kata-kata yang benar-benar dapat menggambarkan Keagungan dan Kemuliaan dari Zat Yang Maha Tunggal.

Kebiasaan yang timbul untuk menyebut dengan nama dan kata-kata, cenderung membuat manusia menciptakan sendiri akan gambaran Yang Maha Tunggal. Manusia hanya mampu menggambar sebatas gambaran pikirannya. Kelemanan dan keterbatasqan pikiran manusia sendiri, tanpa disadari justru membuat mereka cenderung menduakan Zat Yang Maha Tunggal.

Manusia di zaman ini secara tidak langsung telah mengukur Ke-Agungan dan Ke-Muliaan dari Yang Maha Tunggal hanya sebatas dengan apa yang dapat mereka lihat, dengar, dan rasakan. Manusia cenderung membatasi kekuasaan Yang Maha Tunggal hanya sebatas pengetahuan yang telah mereka pelajari saja.

Akhirnya mereka cenderung menganggap bahwa kuasa Yang Maha Tunggal hanya sebatas logika dan ilmu pengetahuan manusia. Manusia tidak lagi menyadari bahwa kekuasaan dari Yang Maha Tunggal, sebenarnya adalah tanpa batas dan jauh melampau segala pencapaian ilmu pengetahuan dan logika dari pikiran manusia.

Guru Besar Tao, master Lao-Tzu juga tidak bermaksud menyebutnya dengan nama dan sebutan apapun. Walaupun akhirnya Master Lao-Tzu menyebutnya dengan β€œTao”, tetapi sesungguhnya beliau hanya ingin menunjukan kepada para mahluk akan adanya Zat Yang Maha Tunggal sebagai awal dari segala. Guru Besar Lao-Tzu telah menjelaskan bahwa sifat alamiah dari Yang Maha Tunggal adalah tanpa batas.

Para umat Bunda Mulia memahami bahwa Yang Maha Tunggal adalah awal dari segala. Dengan pemahaman ini, para umat Bunda Mulia dalam pembinaannya sangat tidak boleh menduakan Yang Maha Tunggal. Dimana Yang Maha Tunggal adalah Yang Maha Tunggal, dan bukan Yang Maha Tunggal adalah bukan Yang Maha Tunggal. Inilah dasar kebenaran mutlak dari pemahaman dasar Yang Maha Tunggal.

Umat Bunda Mulia berlatih dan membina dengan giat segala macam ajaran Bunda Mulia, agar Kesadaran Sejati dapat bersatu kembali pada Yang Maha Tunggal. Mereka mengetahui bahwa pada awalnya kesadaran sejati para mahluk telah menyatu dengan Yang Maha Tunggal, tetapi karena ketidak-tahuan dan kebodohan para mahluk sendiri yang menjerumuskan para mahluk ke alam pikiran yang terpisah dari Yang Maha Tunggal.

Umat Bunda Mulia memahami bahwa kehidupan para mahluk tidak abadi, tetapi Yang Maha Tunggal merupakan sumber keabadian. Para umat Bunda Mulia giat membina kesadaran sejati dan roh sejati, karena hanya dengan Kesadaran Sejati yang jernih dan Roh Sejati yang suci maka dapat bersatu kembali pada Yang Maha Tunggal.

Bilamana Kesadaran Sejati dan Roh Sejati telah dapat bersatu kembali pada Yang Maha Tunggal, maka Kesempunaan Sejati akan dicapai sehingga sumber awal penderitaan yang berawal dari lingkaran kelahiran dan kematian tidak lagi dapat mempengaruhinya. Bersatu kembali pada Yang Maha Tunggal berarti telah mencapai tingkat kesempunaan sejati dimana kehidupan abadi (immortal) tercapai dengan sendirinya.

Umat Bunda Mulia memahami bahwa Yang Maha Tunggal tidak akan pernah sedikitpun menjauh ataupun meninggalkannya, sehingga mereka membina kehidupan spiritual untuk memahami kembali keseluruhan tentang jati-diri yang sebenarnya dari tubuh, kesadaran sejati, dan roh sejati. Oleh karena itu, para umat Bunda Mulia tidak akan mencari sifat alamiah Yang Maha Tunggal di luar dari jati-dirinya. Hanya dengan memahami jati-diri yang sebenarnya, maka para mahluk dapat menyatu kembali pada Yang Maha Tunggal dimana sebenarnya Yang Maha Tunggal memang tidak pernah menjauh ataupun meninggalnya. 

β€” Namo Uci Yauw Ce Cin Mu Ta Thien Cun β€”