Simplicity – Patience – Compassion

Ke Vihara Vs. Di Rumah

Seorang umat bertanya: “Banyak para Guru Besar yang melakukan pertapaan sendiri. Jika demikian, bukankah beribadah di rumah setiap hari akan lebih baik di banding di Vihara ? Jadi mengapa kita harus pergi beribadah di Vihara yang hanya satu atau dua kali seminggu ?”

Inilah rangkuman jawaban saya terhadap umat tersebut:

Saya melihat beribadah di vihara dan beribadah di rumah, masing-masing memiliki alamiah dan manfaat yang sedikit berbeda.

Pada dasarnya beribadah di Vihara merupakan salah satu pembinaan spiritual yang sangat baik bagi para umat secara umum. Dimana dalam beribadah di Vihara, para umat dapat bersama-sama saling membantu pembinaan spiritual.

Kendala utama dalam tahap awal pembinaan adalah rasa malas, baik yang jelas dan terselubung. Kadang timbul rasa malas untuk pergi beribadah. Ketika rasa malas ini timbul disaat kita ingin beribadah di vihara, mungkin teman kita akan menelepon kita untuk pergi ke vihara. Dengan ajakan teman kita, biasanya kita pergi juga ke vihara walau terasa terpaksa, mungkin karena rasa malu ketahuan malasnya.

Dan saya dapat memastikan bahwa rasa malas ini akan hilang dengan sendirinya, ketika kita sampai di vihara. Inilah alamiah rasa malas yang timbul pada awalnya, dan akan hilang dengan sendirinya disaat sampai di vihara. Inilah salah satu berkah beribadah di vihara, yaitu menghilangkan kemalasan dan kebodohan.

Bila rasa malas timbul ketika waktu beribadah di rumah. Rasa malas ini sulit diatasi, dan sehingga rasa malas ini akan terasa sangat besar sehingga biasanya kita akan diperdaya oleh kemalasan ini. Walau rasa malas sudah dapat diatasi, tetapi ketika beribadah di rumah memungkinkan timbulnya gangguan yang tidak terduga. Seperti: datangnya tamu, adanya telepon, masalah rumah tangga sehari-hari, dsb. Sehingga dapat menggangu konsentrasi ibadah kita, atau membuat kita menjadi terburu-buru untuk menyelesaikan ibadah kita, atau bahkan harus menghentikan sementara ibadah kita.

Rasa malas ini kadang timbul secara tidak disadari, sebagai contohnya: Ketika ingin pergi ke vihara, ternyata kendaraan kita rusak, atau dipakai oleh anggota keluar lainnya. Ketika mengetahui tidak memiliki kendaraan, seketika itu juga langsung timbul gambaran pikiran tidak jadi pergi ke vihara karena tidak memiliki kendaraan.

Gambaran pikiran yang timbul ini sebenarnya telah memperdaya kita, sehingga kita menjadi malas untuk pergi beribadah ke vihara. Bila kita pahami, kita sebenarnya dapat menggunakan taksi atau kendaraan umum lainnya, atau dapat juga mencoba menelepon teman yang lain untuk menjemput kita. Bila kita pahami dengan kesadaran jernih, apakah ongkos kendaraan umum yang harus kita keluarkan, jauh lebih berharga dari berkah ibadah dan pembinaan spiritual di vihara.

Tidak ada kendaraan, dirumah tidak ada orang, mau hujan, sekali-sekali bolos, nanti saja, besok saja, minggu depan saja, lain kali saja, engga ada guru, dsb. Semua alasan yang timbul ini, sesungguhnya adalah jelmaan dari gambaran pikiran kita sendiri. Inilah rasa malas yang terselubung, sehingga kita membuat alasan bagi diri sendiri. Yang sebenarnya bertujuan untuk membuat diri kita merasa tidak bersalah, dan hanya untuk menyenangkan diri sendiri saja.

Kita akan lebih tidak berdaya lagi dalam menghadapi rasa malas yang terselubung dalam melakukan ibadah di rumah. Kemalasan terselubung ini biasanya akan menjadi berbagai alasan, yang membuat kita tidak jadi beribadah. Walau pengalamanan saya baru sekitar sepuluh tahun menjalankan pembinaan spiritual.Saya sangat menyadari bahwa rasa malas yang terselubung ini jauh lebih hebat memperdaya kita.

Saya merasa dan mengalaminya hebatnya rasa malas yang terselubung dalam tahun pertama pembinaan spiritual. Akhirnya, Bunda Mulia memberikan petunjuk kepada saya untuk selalu menjalankan ibadah dan meditasi tepat jam 10 malam setiap hari tanpa terkecuali. Hal ini kadang terasa sangat sulit, tetapi dengan keteguhan dan kebulatan hati saya selalu . Akhirnya saya dapat menyelesaikan tahap awal pembinaan spiritual saya dengan baik. Sekarang saya menyadari bahwa kendala awal dalam pembinaan spiritual yang terbesar adalah rasa malas yang terselubung, dan ini harus dapat dipahami lebih awal oleh para umat yang ingin menjalankan pembinaan kehidupan spiritual.

Selain itu beribadah bersama-sama di vihara, juga membuat kondisi dan situasi yang lebih baik. Sehingga kita dapat lebih berkonsentrasi dengan pembinaan kita. Sebagai contoh para umat dapat lebih bersemangat menyanyikan irama puja-puji atau membacakan mantra, dibanding dengan melakukannya sendiri di rumah.

Dengan pengucapan yang bersamaan, juga memperkecil kesalahan ucapan atau irama yang tidak semestinya. Bukankah para mereka yang terburu-buru, cenderung akan berkata lebih cepat dari semestianya. Dan beribadah sendiri di rumah mempunyai peluang terburu-buru yang jauh lebih besar, dibanding beribadah bersama-sama di vihara.

Di vihara para umat dapat menerima ajaran dari Guru, sehingga para umat selanjutnya dapat membinanya lebih banyak lagi setiap hari di rumah. Bilamana kemudian mereka menemukan kesulitan dan kendala dalam pembinaan, pada kesempatan berikutnya mereka dapat menanyakan Guru di Vihara. Dengan bimbingan dari Guru, maka pembinaan spiritual kita dapat jauh lebih baik.

Walaupun umat yang mengatakanb bahwa bila beribadah di vihara, biasanya setelah 2 jam beribadah, akan dilanjutkan dengan saling bergosip selama 3 jam. Artinya, 2 jam melakukan karma baik, 3 jam melakukan karma buruk. Saya sangat memahami maksud dari umat yang mengatakan hal yang demikian. Setidaknya umat tersebut telah intropeksi dan menyadari bahwan beribadah adalah kebaikan,dan bergosip adalah keburukan.

Jika umat ini telah menyadari akan keadaan yang demikian di vihara, setidaknya umat ini lebih berhati-hati untuk tidak terjerumus ikut bergosip ria. Dan harus dipahami, apakah kita harus mengorbankan berkah dan kebaikan dalam beribadah di vihara, hanya karena umat lain yang bergosip ? Bukankah masih ada pilihan yang lebih baik, dimana kita tetap beribadah di vihara, tetapi tidak ikut bergosip.

Kita yang lebih menyadari kebenaran, seharusnya kita dapat mengingatkan atau memberikan nasehat kepada yang lain. Seharusnya umat yang lain akan lebih menyadari kesalahannya, tetapi bila mereka tidak berubah. Langsung pulang setelah selesai beribadah, mungkin merupakan pilihan yang lebih baik. Bukannya kita tidak ingin selalu berkumpul bersama, tetapi mereka yang bergosip sebenarnya tidak pantas dan layak untuk berkumpul bersama.

Masih banyak manfaat beribadah di Vihara yang tidak dapat saya jelaskan. Tetapi dapat saya pastikan bahwa dengan menjalan ibadah setiap hari di rumah, dan dibarengi dengan ibadah secara rutin setiap minggu di vihara. Pembinaan spiritual kita akan jauh lebih cepat, dibandingkan dengan pembinaan di rumah saja atau di vihara saja.