Simplicity – Patience – Compassion

Kesabaran Yang Sebenarnya

Disalah satu kesempatan saya kedatangan seorang lelaki terpelajar berumur sekitar 50 tahunan, beliau datang bertukar pikiran dengan saya. Pengetahuan spiritual beliau dapat dikatakan melebih rata-rata, hal ini disebabkan banyaknya guru spiritual yang telah dikunjunginya. Berikut ini adalah sebagian percakapan yang ditanyakan kepada saya.

 

“Saya telah lebih dari 15 tahun melakukan latihan meditasi dan pembacaan mantra, tetapi hingga sekarang emosi saya masih belum dapat terkontrol. Mohon petunjuk lebih lanjut ?” tanya seorang lelaki.

 

“Latihan meditasi ataupun pembacaan mantra seharusnya dapat juga bermanfaat mengurangi emosi yang berlebihan. Tetapi bilamana anda ingin menguasai emosi yang timbul, anda harus dapat menguasai sumber awal emosi yaitu pikiran anda sendiri.” Jawab saya.

 

“Bagaimanakah caranya untuk menguasai pikiran agar lebih terkendali ?” tanyanya lebih lanjut.

 

“Hanya dengan membina kesadaran sejati maka pikiran akan dapat terkendalikan. Manusia semakin lama semakin tidak menyadari kesadaran sejatinya, sehingga mereka selalu terperdaya oleh pikirannya.”

 

“Bagaimanakah caranya membina kesadaran sejati agar dapat mengendalikan pikiran ?” tanyanya lagi.

 

“Sesungguhnya pembinaan kesadaran sejati tidaklah sulit, yang diperlukan adalah pemahaman dan pembinaan yang rutin. Saya tidak dapat menjelaskan ajaran pembinaan Kesadaran Sejati kepada anda, karena ajaran ini hanya dapat diturunkan atas izin dan restu dari Bunda Mulia. Mohon maaf.” Jelas saya.

 

“Saya telah lama berlatih meditasi secara rutin dan setiap hari saya membaca mantra sedikitnya lima putaran mala, tetapi saya merasakan emosi saya hanya berubah sedikit. Umur saya sudah diujung senja, saya mohon kiranya dapat diberi petunjuk lebih lanjut agar dapat menguasai emosi saya.” Mohonnya lebih lanjut.

 

“Binalah rasa sabar anda, bilamana kesabaran anda telah terbina tentu suatu saat anda pasti berjodoh untuk dapat membina Kesadaran Sejati.” Ungkap saya.

 

“Saya merasa telah cukup sabar dibanding dengan yang lainnya.” Jelas lelaki ini.

 

“Apakah anda dapat bersabar diri terhadap segala hal ?” tanya saya seketika.

 

“Sebagian besar, saya telah dapat bersabar diri terhadap keadaan, lingkungan, dan keluarga.” Jawabnya singkat.

 

“Bagaimana anda mengetahui bahwa anda telah bersabar diri ?” tanya saya.

 

“Ketika ingin marah saya dapat mengendalikannya, sehingga timbul rasa sabar. Walaupun kadangkala saya tetap masih terbawa oleh rasa marah.” Jelasnya dengan sedikit malu.

 

“Anda belum dapat bersabar yang sebenarnya, anda hanya menahan diri untuk tetap bersabar. Menahan sabar adalah sangat mudah, tetapi memahami kesabaran yang sebenarnya adalah sangat mulia.”

 

“Bagaimanakah kita mengetahui kesabaran yang ditahan dan kesabaran yang sebenarnya ?”

 

“Bilamana anda mengetahui ketika anda sedang bersabar, maka sebenarnya anda sedang menahan pikiran dan emosi untuk tetap bersabar. Bilamana anda tidak lagi merasakan harus bersabar, itulah kesabaran yang sesungguhnya. Anda dan rasa sabar adalah satu kesatuan, sehingga pikiran anda tidak lagi mengetahui kesabaran anda. Pahamilah bahwa perbuatan yang tidak dilakukan dengan pikiran adalah perbuatan yang sebenarnya.” Jelas saya.

 

“Saya menyadari kekeliruan dan ketidak-tahuan saya selama ini, tetapi bagaimana caranya untuk bersabar tetapi tidak diketahui oleh pikiran ?”.

 

“Baik sekali pertanyaan anda. Lanjutkan latihan meditasi dan pembacaan mantra tetapi janganlah anda berpikir sedang bermeditasi ataupun sedang membaca mantra. Hanya ini yang dapat saya jelaskan.”

 

“Terima kasih atas petunjuk yang sangat luar biasa ini.”.

 

“Terima kasih kembali, apakah anda benar-benar telah memahaminya ?” tanya saya.

 

“…hm….., sejujurnya saya tidak tahu apakah telah memahaminya.” Jawabnya dengan gugup.

 

“Anda benar-benar jujur. Jagalah terus ketidak-tahuan ini, maka kebenaran yang sesungguhnya akan tampak dengan jelas. Semoga dilain kesempatan anda dapat berjodoh dengan Bunda Mulia.” Jelas saya dengan tersenyum.