Simplicity – Patience – Compassion

Keyakinan Terhadap Guru

Seorang murid dipanggil menghadap Gurunya. Lalu sang guru berkata kepada murid pertamanya.
“Muridku, engkau harus berangkat ke hutan barat sekarang ini untuk mencari kayu bakar karena persediaan telah menipis.”

“Baik guru, saya mohon pamit untuk berangkat pergi sekarang.” Kata murid pertama sambil meninggalkan ruangan untuk berkemas dan pergi mencari kayu bakar di hutan barat.

Kemudian Sang Guru hanya diam melanjutkan didalam keheningan meditasinya. Setelah beberapa jam berlalu, sang Guru kemudian memanggil murid keduanya, dan berkata: ”Murid kedua, mohon persiapkan perlengkapan obat-obatan secepatnya?”

“Guru, untuk siapakah obat-obatan ini ?” tanya sang murid kebingungan.

“Bila murid pertama kembali, dia akan membutuhkannya. Cepat persiapkan obat-obatan yang lengkap.”

“Guru, maksud guru kakak pertama akan mendapat musibah dalam perjalanan ?” tanya sang murid kedua dengan gugup.

“Benar muridku, dia mendapatkan musibah diterkam binatang buas disaat mencari kayu bakar di hutan barat. Semoga Bunda Mulia memberkatinya, dan agar musibah ini dapat diatasinya dan kembali dengan selamat.” Jelas sang guru sambil berdiri menyalakan tiga batang hio sebagai persembahkan di altar Bunda Mulia dan memohon berkah perlindungan dan keselamatan bagi muridnya.

“Guru telah mengetahui akan adanya musibah yang akan menimpa kakak pertama. Kenapa guru masih juga menyuruh kakak pertama pergi mencari kayu bakar ?” Tanya sang murid.

Sang guru duduk besila dan kembali hening didalam meditasinya. Sang murid hanya terdiam, menunggu jawaban dari sang guru. Beberapa menit kemudian, sang guru berkata: ”Muridku, apakah engkau telah mempersiapkan obat-obatan untuk saudaramu ?.”

“Mohon maaf, tetapi guru belum menjawab pertanyaan saya.” protes sang murid.

“Cepat persiapkan obat-obatan !!!” hentak sang guru kepada muridnya.

Sang murid merasa terkejut dan sangat kesal akan perlakuan sang guru yang memaksanya untuk mempersiapkan obat-obatan tanpa memperdulikan protesnya. Sang murid terpaksa meninggalkan gurunya untuk mempersiapkan obat-obatan.

Beberapa jam kemudian, Murid pertama kembali dengan belumur darah karena tangan dan tubuhnya terkoyak oleh cakaran binatang buas. Murid kedua begitu gugup ketika melihat kondisi kakak pertamanya yang penuh dengan luka cakaran. Dia lalu tersadarkan untuk cepat memberikan pengobatan untuk menolong kakak pertamanya sambil berlinangan air mata.

Pikiran dan Perasaan murid kedua begitu kecewa akan gurunya yang membiarkan kakak pertama mengalami musibah ini. Dirinya telah bertekat untuk meninggalkan gurunya untuk mencari guru yang lebih baik. Dia merasakan bahwa gurunya tidak memperdulikan lagi nasib murid-muridnya. Walaupun sang guru telah mengetahui kejadian ini sebelumnya, tetapi musibah ini tetap saja dibiarkan terjadi tanpa diperingati dan dicegah oleh gurunya. Buat apa mempunyai guru yang seperti ini.

Diapun mulai menceritakan apa yang diketahuinya tentang gurunya kepada sang kakak dan murid-murid lainnya. Dengan cepat cerita ini tersebar di perguruan dari satu murid ke murid yang lainnya. Setelah mendengar cerita tentang guru mereka dari murid kedua, banyak murid-murid lain yang turut merasa kecewa sekali terhadap gurunya. Sehingga banyak murid yang berniat meninggalkan perguruan ini untuk mencari perguruan lainnya.

Hanya murid pertama mencari kayu bakar ini merasa bahwa kecelakaan yang menimpanya disebabkan oleh kelalaiannya dan tidak ada hubungannya dengan gurunya. Dirinya merasa bersyukur atas perhatian sang guru terhadapnya karena sewaktu dirinya kembali, sang guru telah menyiapkan obat untuk dirinya. Tetapi dirinya terus didesak oleh murid-murid lainnya untuk meminta penjelasan lebih lanjut tentang kejadian yang menimpa dirinya.

Merasa sangat terdesak akan situasi yang makin tidak membaik, maka murid pertama memberanikan diri untuk menghadap dan menanyakannya kepada sang guru.
“Guru, bilamana guru telah mengetahui musibah yang akan menimpa diriku ini. Kenapa guru masih saja menyuruh saya mencari kayu bakar di hutan barat.” Tanya sang murid pertama dengan bingung.

Sang guru hanya berdiam diri seakan-akan tidak mendengar pertanyaan yang disampaikan kepadanya.

“Guru, mengapa guru tidak menjawab ?” tanya sang murid lagi.

Sang guru tetap berdiam diri, tanpa ada tanda-tanda untuk menjawab pertanyaan muridnya.

“Guru, saya mohon guru menjelaskan masalah ini. Saya benar-benar tidak mengerti mengapa guru masih menyuruh saya pergi mencari kayu bakar.” Mohon sang murid sambil menangis.

“Muridku, apakah sebelum saya meminta anda untuk pergi ke hutan barat, anda berniat pergi kekota mengunjungi adik anda yang sakit ?” akhirnya sang guru membuka suara.

“Benar guru, saya memang sudah bersiap diri berangkat kekota untuk mengunjungi adik saya yang sakit. Tetapi karena guru menyuruh saya untuk mencari kayu bakar, maka saya menunda keberangkatan saya untuk mengunjungi adik saya. Semua ini saya lakukan karena saya selalu memegang samaya saya untuk selalu mendahului kepentingan guru diatas kepentingan saya. Tetapi…… mengapa guru masih membiarkan musibah ini menimpa diri saya.” Ungkap sang murid pertama.

“Murid pertamaku, sebenarnya saya juga mengetahui satu hal lagi yang akan terjadi selain musibah yang telah engkau hadapi.” sang guru berkata dengan tenang.

“Mohon guru menjelaskannya lebih lanjut.” mohon sang murid dengan kebingungan.

“Bilamana engkau berangkat kekota untuk mengunjungi adikmu, engkau pasti akan mengendarai sebuah bus. Dan saya melihat dengan mata batin, bahwa bus yang engkau tumpangi akan mengalami kecelakaan parah. Dimana saya melihat dirimu berlumuran darah dan ……. Seharusnya rahasia alam ini boleh diungkapkan.” kata sang guru perlahan.

“Kemampuan saya hanya dapat menyelamatkan engkau, karena engkau adalah muridku dan engkau telah mempunyai karma baik yang cukup. Tetapi masih banyak penumpang lainnya di dalam bus yang tidak dapat saya selamatkan, semoga keyakinan dan karma baik mereka dapat membantunya.”

“Mohon maaf guru atas ketidak-tahuan saya, muridmu telah mempunyai pikiran yang salah terhadap guru.” potong murid pertama mendekati sang guru sambil menangis menyesali kesalahannya.

“Ingatlah muridku, Janganlah engkau mencoba untuk mencegah murid yang akan meninggalkan diriku. Semua ini merupakan rahasia alam yang tidak perlu diungkapkan. Mereka yang mempunyai karma baik yang kuat akan kembali setelah noda yang mengotori batinnya hilang.”

Bilamana kita merenungkan cerita ini, pernahkah kita berpikir tentang guru kita. Dimana kadang kala kita melihat bahkan hanya mendengar dari orang lain tentang perbuatan guru kita yang mungkin tidak berkenan. Disaat itu juga kita mulai meragukan kwalitas guru, dan keyakinan kepada guru mulai berkurang.

Semua ini terjadi karena kita yakin bahwa perbuatan guru adalah salah menurut pikiran kita, tanpa mengetahui kebenaran dari pikiran guru. Ingatlah pikiran yang timbul tentang guru berasal pikiran sendiri, jadi kita tidak pantas untuk menilai apa yang diperbuat guru hanya berdasarkan pikiran kita. Ingatlah selalu bahwa “Sumber awalnya adalah Pikiran kita sendiri. Dan, pikiran kita bukan pikiran guru, jadi pikiran kita tidak sama dengan pikiran guru.”

Saya mengajak para umat yang mempunyai keyakinan terhadap Guru kalian masing-masing. janganlah kita menilai pikiran dan perbuatan guru, karena kadangkala apa yang diperbuat oleh guru merupakan suatu satu-kesatuan yang sulit dipahami.

Kejadian dalam cerita ini sangat umum terjadi. Saya banyak kali harus melakukan hal demikian untuk menolong para mahluk. Banyak kali pula, saya harus berkata dan berbuat yang kadang menyakitkan para umat. Semua ini saya lakukan untuk menyadari para umat bahwa segala perbuatan buruk pasti akan diketahui oleh Bunda Mulia. Siapa yang menanam dialah yang akan mendapatkan buahnya. Segala perbuatan akan menimbulkan akibat, hukum karma selalu bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Dengan memperingatkan akan karma buruk yang akan dihadapinya, saya tidak bermaksud menakuti ataupun menjelekkannya. Semua ini saya lakukan agar mereka menyadari segala perbuatannya. Biarlah mereka yang masih mempunyai ego, gengsi yang tinggi dan keras kepala akan mengatakan bahwa saya ini sentimen dan kasar terhadapnya, tetapi saya percaya bahwa setidaknya perkataan saya bagaikan sepercik api yang suau saat dimasa yang akan datang, mungkin dapat menghidupkan kembali api hati nuraninya dan Kesadarannya.

Saya yakin apa yang harus saya sampaikan tidaklah sia-sia, walaupun di hadapan orang lain dirinya menolak karena alasan tertentu. Dimalam hari, disaat menjelang tidur. Kesadaran Sejatinya membangkitkan hati nurani untuk mengakui Kebenaran Sejati yang disampaikan oleh Bunda Mulia. Dirinya tidak dapat membohongi hati nuraninya, sehingga suatu saat sepercik api hati nurani ini dapat menyalakan Kesadaran Sejatinya.