Simplicity – Patience – Compassion

Kisah Dua Murid

Disatu satu vihara tua beberapa abad yang lampau, seorang Master mengutus dua orang murid utamanya bertapa di gua untuk menentukan siapakah diantara mereka yang lebih pantas sebagai menggantikannya mengurus vihara.

Sang master memberikan pengarahan kepada mereka untuk membina meditasi “Om Mani Padme Hum”. Sang master juga membekali masing-masing satu mangkok madu dan berpesan untuk menjaganya sebaik mungkin.

Setelah beberapa hari kedua muridnya bertapa, sang Master memanggil mereka.

Murid pertama datang dengan memegang mangkoknya yang masih terisi dengan madu, tetapi tampak ditangannya penuh dengan banyak gigitan semut. Murid yang keduanya datang dengan tidak membawa mangkoknya lagi, dan tampak badannya tidak tampak gigitan semut.

Kepada murid pertamanya sang master berkata, “Muridku, engkau masih terikat dengan “Om Mani Padme Hum” sehingga intisari yang sebenarnya tidak dapat dipahami. Lepaskanlah segala kemelekatan akan bentuk mantranya maka intisari mantra akan terungkap.”

Sang master lalu berkata kepada murid keduanya “Engkau telah memahami intisari “Om Mani Padme Hum” yang sebenarnya. Terimalah stempel kuasa ini, penerusku.”.

Murid pertama merasakan bahwa gurunya tidak adil, bukankah dirinya telah menjalankan tugasnya lebih baik dari murid kedua. Dirinya bahkan rela digigit oleh semut-semut demi mentaati perintah sang gurunya. Murid pertama lalu berkata:”Guru maafkan saya untuk mengemukakan pendapat. Bukankan saya lebih taat mengikuti perintah guru untuk menjaga mangkok madu ini ?”

“Memang benar muridku, tetapi berapa banyak semut yang harus engkau korbankan hanya untuk mempertahankan semangkuk madu ? Pahamilah selalu bahwa Kesadaran, ucapan, dan perbuatan harus menjadi satu kesatuan, maka intisari yang sebenarnya akan terungkap.”

Memahami maksud gurunya, lalu sang murid bersembah-sujud memohon maaf atas kesalahannya.