Simplicity – Patience – Compassion

Kisah Upacara Cauw-Tu di Hua-Len.

Lebih dari 25 tahun setiap bulan 7 penanggalan Lunar (Kalendar China), Wanita Berjubah Biru selalu mengadakan beberapa upacara Cauw-Tu di Taiwan, Guam, Amerika, Singapore, Malaysia, dsb. Beliau rutin mengadakan upacara Cauw-Tu berdasarkan petunjuk Bunda Mulia untuk menolong para mahluk Iainnya. Sehingga upacara Cauw-Tu merupakan salah satu upacara yang sangat penting bagi Wanitau Berjubah Biru dalam menjunjung tinggi dan menjalankan tugas mulia dari Bunda Mulia.

Tata Cara  Upacara Cauw-Tu yang dijalankan oleh Wanita Berjubah Biru, merupakan suatu tugas Mulia sesuai dengan petunjuk langsung Bunda Mulia. Tata cara upacara Cauw-Tu ini membutuhkan segala macam doa-doa, puja bhakti, perlengkapan, dan lebih dari 35 macam persembahan-persembahan khusus. Sehingga tidak mengherankan, persiapan upacara Cauw-Tu ini membutuhkan waktu yang cukup lama, dibandingkan dengan persiapan-persiapan upacara lainnya.

Selain itu, dalam setiap upacara Cauw-Tu, Wanita Berjubah Biru selalu menyiapkan banyak sekali meja-meja persembahan khusus, dan juga kertas-kertas mantra suci yang lebih dari satu kontainer  besar. Seluruh persembahan yang di siapkan ini, ditanggung oleh Wanita Berjubah Biru. Selain itu, masih banyak lagi persembahan-persembahan umat lainnya, yang turut serta dalam upacara sakral Cauw-Tu dari Wanita Berjubah Biru.

Dibulan awal Cauw-Tu tahun 1994, Ketika saya sedang dalam tahap awal membina dan menerima bimbingan tentang upacara Cauw-Tu dari Wanita Berjubah Biru.  Pada kesempatan ini saya diberitahukan oleh beberapa pengurus vihara Bunda Mulia di Hua-Len tentang suatu cerita yang cukup menarik. Kisah ini saya cerita kembali sekarang, agar kiranya para mahluk lain dapat memetik manfaat sesuai dengan karma mereka masing-masing.

Kejadian ini terjadi beberapa tahun sebelumnya, dalam upacara Cauw-Tu berlangsung di Vihara Bunda Mulia ini juga, yaitu Vihara She Pi Tang, Hua-Len.

Seperti biasanya, Wanita Berjubah Biru akan menyiapkan berbagai macam persembahan. Beliau juga mengundang beberapa Biksu untuk membantu membacakan berbagai macam parita, doa-doa, puja-puji, mantra dan sutra-sutra suci selama 4 hari berturut. Para Biksu mulai membacakan doa dan sutra dari jam 5 pagi hingga jam 5 sore, dan hanya mempunyai satu jam istirahat di siang hari. Sungguh suatu tugas yang sangat tidak mudah, bila dilakukan oleh umat awam.

Di saat waktu istirahat, kepala dari para Biksu tersebut berkesempatan makan bersama dengan Wanita Berjubah Biru. Setelah makan bersama mereka lalu berbincang-bincang. Pada kesempatan ini kepala Biksu menanyakan kepada Wanita Berjubah Biru, mengapa beliau menghambur-hamburkan uang sedemikian banyaknya untuk upacara Cauw-Tu setiap tahun.

Wanita Berjubah Biru menjelaskan bahwa persembahan yang dilakukan ini masih kurang, karena mereka yang membutuhkannya semakin banyak dari waktu ke waktu. Semakin sedikit manusia yang dapat memahami dan mempunyai hati yang mulia terhadap para mahluk Im yang sangat menderita.

Kepala Biksu ini lalu menjelaskan lagi, bukankah dengan pembacaan doa dan sutra akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan menghambur-hamburkan persembahan yang sedemikian berlimpah dan belum tentu bermanfaat.

Wanita Berjubah Biru telah menjelaskan dengan sebaik mungkin bahwa persembahan doa dan sutra, dan seluruh persembahan khusus dan kertas-kertas sembahyang sangat besar manfaatnya. Sehingga Beliau setiap tahun rela menyumbangkan persembahan tersebut.  Tetapi rupanya Kepala Biksu memang  tetap memaksakan pandangannya bahwa  Wanita Berjubah Biru hanya melakukan suatu pemborosan uang sia-sia saja.

Mengetahui bahwa Kepala Biksu yang hanya ingin memaksakan pandangannya, Wanita Berjubah Biru akhirnya mengatakan bahwa kepala Biksu mempunyai karma yang kuat dengannya, sehingga dapat mengadakan upacara Cauw-Tu bersama untuk membantu para mahluk halus. Beliau lalu menanyakan apakah kepala Biksu ingin mengetahui kebenaran tentang mahluk halus. Kepala Biksu langsung menyetujuinya.

Wanita Berjubah Biru lalu mengajak kepala Biksu ini ke depan altar Bunda Mulia, dan beliau memohon kepada Bunda Mulia agar kepala Biksu ini dapat diberikan petunjuk lebih lanjut karena kepala Biksu ini sebenarnya mempunyai hati yang mulia dan memiliki karma baik yang kuat sehingga dapat mengadakan upacara Cauw-Tu bersama.

Setelah memohon kepada Bunda Mulia, Wanita Berjubah Biru mengatakan bahwa apapun yang dilihatnya nanti, kepala Biksu harus berjanji untuk terus melanjutkan pembacaan doa-doa dan sutranya.
Kepala Biksu menyanggupi permohonan dari Wanita Berjubah Biru.

Lalu Wanita Berjubah Biru membuka mata ketiga dari Biksu ini, dan seketika itu pula tampak wajah kepala Biksu menjadi pucat. Kepala Biksu langsung menutup mata dan membaca berbagai macam mantra dengan cepatnya.

Wanita Berjubah Biru lalu menutup kembali mata ketiga dari kepala Biksu, dan sesaat kemudian kepala Biksu telah menjadi tenang kembali. Kepala Biksu mengatakan bahwa dirinya tidak sanggup melihat penderitaan dari mahluk-mahluk alam lain yang dilihatnya, dan membenarkan bahwa seluruh persembahan yang ada sekarang benar-benar sangat bermanfaat bagi mereka.

Wanita Berjubah Biru lalu mengatakan bahwa semua ini dapat bermanfaat bagi mahluk-mahluk Im, juga atas berkah dari doa-doa dan sutra yang dibacakan oleh para Biksu.

Di Upacara Cauw-Tu 1994 ini,  saya mendampingi Wanita Berjubah biru dalam upacara Cauw-Tu di Vihara She Pi Tang – Hua Lien. Saya berkesempatan juga melihat & bertemu langsung dengan Kepala Biksu ini, yang menurut saya umur Beliau di atas 60 tahunan. Saya juga menyaksikan langsung, bagaimana Biksu ini tanpa lelah dari pagi hingga sore terus menjalankan puja bhakti dan melafalkan mantra-mantra suci tanpa lelahnya. Sedangkan para Biksulainnya setiap beberapa jam saling bergantian, untuk beristirahat.

Disaat makan siang, Beliau mengambil duduk di sebelah saya. Walau saya tidak dapat berkomunikasi dengan Beliau, karena saya tidak memahami bahasa Chinese sedikitpun, tampak Beliau sangat menghormati saya, dan menjelaskan agar dapat menguasai Cauw-Tu seperti Wanita Berjubah Biru.

                                                                                                                 ( Hua Lien, Cauw-Tu 1994)